Kebijakan upah minimum telah menjadi isu yang penting dalam masalah ketenagakerjaan di banyak negara modern. Sasaran dari kebijakan ini adalah untuk menutupi kebutuhan hidup minimum dari pekerja dan keluarganya. Dengan demikian, kebijakan upah minimum adalah untuk (a) menjamin penghasilan pekerja agar tidak lebih rendah dari tingkat tertentu; (b) meningkatkan produktivitas pekerja, (c) mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara-cara produksi yang lebih efisien.
Kebijakan upah minimum di Indonesia sendiri pertama kali diterapkan pada awal tahun 1970an. Meskipun demikian, pelaksanaannya tidak efektif pada tahun-tahun tersebut. Pemerintah Indonesia baru mulai memberikan perhatian lebih terhadap pelaksanaan kebijakan upah minimum pada akhir tahun 1980an. Hal ini terutama disebabkan adanya tekanan dari dunia internasional sehubungan dengan isu-isu tentang pelanggaran standar ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia. Kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia pada waktu itu untuk memberikan perhatian lebih terhadap kebijakan upah minimumnya dengan menaikkan upah minimum sampai dengan tiga kali lipat dalam nilai nominalnya (dua kali lipat dalam nilai riil).
Upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha dan pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di lingkungan usaha atau kerjanya. Upah minimum merupakan upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektor regional maupun sub sektoral. Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Sedang upah pokok minimum adalah upah pokok yang ditetapkan secara minimum regional, sektor regional maupun sub sektoral. Dalam peraturan pemerintah, yang diatur hanyalah upah pokoknya saja tidak termasuk tunjangan.
Selanjutnya pada Pasal 89 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa: (1) upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas: a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. (2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. (3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. (4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Mengacu pada indeks konsumen yang berhubungan dengan inflasi, pemerintah senantiasa mengevaluasi tingkat upah minimum yang biasanya dilakukan setiap tahun. Dengan demikian, walaupun setiap tahun juga terjadi inflasi, diharapkan tetap terjadi peningkatan taraf hidup pekerja karena peningkatan upah diupayakan di atas tingkat inflasi yang ada.
Walaupun pemerintah telah melakukan pemantauan terus menerus terhadap pelaksanaan upah minimum, namun kenyataannya masih banyak perusahaan yang membayarkan upah buruh dibawanya. Kondisi ini seringkali memicu timbulnya ketidakpuasan para pekerja. Pengusaha selalu berdalih bahwa tingkat pendapatan perusahaan tidak memungkinkan untuk menaikkan upah karyawannya. Masalah upah masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius dalam Hubungan Industrial di negara kita.
Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, yang keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/-serikat buruh, perguruan tinggi, dan pakar. Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubenur/ Bupati/Walikota.
|
Upah Minimum |
Penetapan Upah Minimum Propinsi dilakukan oleh Gubernur dengan berdasarkan Komponen Hidup Layak (KHL) dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam penetapan upah minimum sebagaimana di atas Gubernur harus membahas secara simultan dan
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: a).nilai KHL yang diperoleh dan ditetapkan dari hasil survei; b). produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama; c). pertumbuhan ekonomi, yang merupakan pertumbuhan nilai PDRB; d). kondisi pasar kerja, yang merupakan perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama; e). kondisi usaha yang paling tidak mampu (marginal) yang ditunjukkan oleh perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu pada periode tertentu.
Kebutuhan hidup layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan upah adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1(satu) bulan. KHL terdiri dari komponen dan jenis kebutuhan pokok hidup yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menakertrans RI no 13 tahun 2012 yang terdiri dari 60 komponen, yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan.
Menurut Setiawan Budi Utomo, kebijakan pemerintah tentang upah minimum sebagaimana di atas sangat diperlukan, yang mana peran upah minimum tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut: a). Memberikan perlindungan bagi pegawai/buruh berpenghasilan rendah yang dianggap rentan dalam pasar kerja; b). Menjamin pembayaran upah yang dianggap wajar, yang tidak terbatas pada kategori pembayaran upah terendah; c). Memberikan perlindungan dasar pada struktur upah sehingga merupakan jaring pengaman terhadap upah yang terlalu rendah; d). Sebagai instrumen kebijakan makro ekonomis untuk mencapai tujuan nasional berupa pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, serta pemerataan penghasilan; e). Pada umumnya untuk menjamin agar pegawai/buruh menerima pada waktu dan tempat tertentu upah yang dianggap layak; f). Menghapuskan eksploitasi; g). Memelihara daya beli; h). Pengentasan kemiskinan; i). Menghapuskan persaingan yang tidak jujur; j). Menjamin pembayaran yang sama untuk pekerjaan yang sama; k). Pencegahan konflik industrial; l). Mendukung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Penetapan Upah Minimum Propinsi dilakukan oleh Gubernur dengan berdasarkan Komponen Hidup Layak (KHL) dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam penetapan upah minimum sebagaimana di atas Gubernur harus membahas secara simultan dan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: a). Nilai KHL yang diperoleh dan ditetapkan dari hasil survei; b). produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama; c). pertumbuhan ekonomi, yang merupakan pertumbuhan nilai PDRB; d). Kondisi pasar kerja, yang merupakan perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama; e). Kondisi usaha yang paling tidak mampu (marginal) yang ditunjukkan oleh perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu pada periode tertentu.
Kebutuhan hidup layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan upah adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1(satu) bulan. KHL terdiri dari komponen dan jenis kebutuhan pokok hidup yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menakertrans RI Nomor 13 Tahun 2012 yang terdiri dari 60 komponen, yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan.
ADS HERE !!!