Setelah mengamati teks al-Qur'an dan al-Sunnah disini penulis menemukan beberapa sighat fatwa sebagaimana yang dicontohkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam bab ini kami akan membagi sighat ifta' menjadi empat bagian yaitu : denga Ucapan, (Qaul), perbuatan (al-fi'il), ketetapan, (taqrir), dan Isyarah, kemudian diakhir kami akan menambahkan satu hal yaitu fatwa dengan tulisan.
1. Fatwa dengan Ucapan (Qaul)
Adalah jawaban mufti secara lisan atas pertanyaan yang sampaikan oleh Mustafti. Bentuk fatwa dengan ucapan secara langsung yang diucapkan oleh mufti inilah yang kita kenal sehari-hari, baik melalui tayangan Televisi, Radio Maupun dalam Majlis Ifta’. Adapun landasan hukum fatwa ini adalah
al-Quran dan Sunnah.
Adapun dalil al-Qur'an adalah jawaban Nabi Musa as atas pertanyaan bani Israil:
" Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya ", kemudian Musa menjawab:
" Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.".
Adapun dalil Hadith adalah semua hadits Qauli yang dikatakan Oleh Rasulullah saw. berikut saya kutib satu buah Hadits yang diriwayatkan Ibn Majah, Abu Dawud, Nasai, dan Malik, tentang kafilah yang datang kepada
Rasulullah bertanya:
"Wahai Rasulullah sesungguhnya kami naik diatas bahter, dan kami hanya membawa sedikit air, jika air itu kami gunakan untuk berwudhu' maka kami akan kehausan, maka apakah kami boleh berwudhu' dengan air laut? Rasulullah saw menjawab: Laut itu air suci dan juga halal bangkainya".
2. Fatwa Dengan Perbuatan (Al-Fi'il)
Fatwa dengan perbuatan adalah fatwa dengan percontohan seorang Mufti kepada Mustafti, seperti peragaan tata cara berwudhu', shalat, mandi junub, memandikan dan mengubur jenazah. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw :
"Shalatlah kalian sebagaimana saya melakukan shalat".
Dalam hadith diatas Rasululullah tidak hanya memberikan fatwa shalat tetapi juga mencontohkan bagaimana tata cara shalat. Begitu juga hadith tentang manasik haji:
Wahai sekalian ummat manusia, ambilah dari saya manasik kalian (tata cara haji) Karena sesungguhnya saya tidak tahu, barang kali saya tidak bisa melakukan haji setelah tahun ini.
3. Fatwa dengan Isyarah
Fatwa dengan Isyarah adalah isyarat seorang mufti kepada mustaftinya, seperti anggukan kepala, isyarat dengan tangan atau yang lainya, hal ini sebagaimana yang diceritakan dalam oleh Allah dalam al-Qur’an ketika Maryam ditanya oleh Bani Israil perihal anak yang digendongnya.
"Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina".
Maryam hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Bani Israil, kemudian ia memberikan Isyarat kepada mereka untuk bertanya sendiri kepada anak yang digendongnya.
"Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?".
Adapun dalam hadith, Rasulullah sering berisyarat menggunakan tanganya, seperti hadith Asma' yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Baihaqi, Tirmidzi dan al-Hakim dalam al-Mustadzrak.
"Dari Aisyah ra berkata: sesungguhnya Asma' bint Abi Bakar masuk pada Rasulullah dan memakai pakaian yang tipis, ketika Rasulullah melihatnya berkata : "wahai Asma' sesungguhnya jika seorang wanita sudah menggalami haidz maka tidak boleh ditampakkan dari badanya kecuali ini dan ini, (Rasululla berisyarat kewajah dan kedua telapak tanganya).
4. Fatwa Dengan Ketetapan (Iqrar)
Disebut dengan iqrar adalah tidak adanya keterangan pasti dari mufti baik dengan lisan maupun dengan perbuatan, adapun jika seorang mufti memberikan keterangan dengan perbuatanya maka, maka perbuatanya tersebut sama dengan jawaban jelas seorang mufti, hal ini sebagaimana yang dituturkan Oleh al-Shatibi dalam al-Muwafaqatnya.
Adapun dalil fatwa dengan Iqrar adalah hadith muttafaq alaih yang bersumber dari Ibn Abbas ra berkata: "Sesungguhnya Rasulullah dan Khalid Ibn Walid masuk rumah Maimunah (Istri Rasulullah saw)" Khafidzah Bint Harits (Saudari Maimunah) menghidangkan biawak panggang kepada
Rasulullah, ketika Rasulullah hendak memakanya seorang wanita yang hadir di situ berkata: "itu adalah biawak wahai Rasululullah", kemudian Rasulullah mengangkat tanganya, Khalid Ibn walid berkata : "apakah biawak tersebut haram wahai Rasulullah? Rasululullah menjawab : tidak, tetapi ini tidak ada di tanah kami, maka saya pun enggan untuk memakanya, Khalid Ibn Walid memakan biawak tersebut sedangkan Rasulullah hanya melihatnya saja.
Iqrar Rasulullah saw tersebut tidak bermakna haram, maka ketika seorang mustafti bertanya kepada mufti, dan mufti mendiamkanya saja, maka hal tersebut hukumnya mubah, dan rahmat dari Allah swt.
Sesungguhnya Allah mewajibkan atas kalian kefarduan-kefarduan atas kalian, maka janganlah kalian menyia-yiakanya, dan Allah telah memberikan kalian batasan-batasan, maka janganlah kalian melampauinya, dan mengharamkan sesuatu, maka janganlah kalian melanggarnya, dan Allah mendiamkan banyak hal sebagai rahmat untuk kalian semua tanpa lupa, maka jangan kalian sibukkan diri kalian untuk mencarinya.
5. Fatwa Dengan Tulisan (al-Kitabah)
Yang dimaksud fatwa kitabah adalah jawaban mufti kepada mustafti yang disampaikan secara tertulis, baik melalui surat, email, maupun sms, atau himpunan fatwa yang ditulis oleh Lajnah, seperti kumpulan fatwa MUI, Lajnah al-Daimah, al-Dar al-Ifta' al-Masriyyah, Majma' fiqh atau Majma'
Buhuth al-Islamiyyah al-Azhar Mesir.
Pada zaman khilafah Islamiyyah sendiri, sudah banyak terkumpul fatwa-fatwa ulama' yang dibukukan oleh lajnah pengimpun fatwa, ditulis sendiri oleh mufti maupun yang dibukukan oleh murid mufti, seperti: Fatawa al-Nawawi, Fatawa al-Hindiyyah, Majmu' fatawa Ibn Taymiyyah, Fatawa
Ibn Hajar al-Asqalani.
Pada masa Rasulullah sendiri sudah terjadi penulisan fatwa, para sahabat banyak menulis fatwa-fatwa Rasulullah saw, namun pada akhirnya Rasulullah melarang sahabat untuk menulis apa yang muncul dari Rasulullah (baca fatwa).
Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda :
"Dari Abu Sa'id al-Khudri Rasulullah saw bersabda: janganlah kalian menulis dari saya, barang siapa yang menulis dari saya selain al-Qur'an maka hendaknya dia menghapusnya"
Alasan Rasulullah melarang sahabat menulis fatwanya adalah dikhawatirkanya bercampur dengan al-Qur'an. Adapun kumpulan-kumpulan fatwa yang populer di tengah-tengah kita saat ini adalah, Fataw al-Qardhawi, Fatawa Ali Jum'ah Muhammad (Mufti mesir), Fatawa lajnah Daimah, Mamlakah Su'udi al-ARabiyyah, Fatawa Ibn Baz, Fatawa Rasyid Ridha', Fatawa Muhammad Abduh, Fatawa
Ulama' al-Azhar.
Adapun di Indonesia adalah Fatawa MUI, Lajnah Bahtsul Masail Nu, Fatawa Majlis Tarjih uhammadiyyah, Fatawa Dr. Qurays Syihab dan fatwa Imam Masjid Istiqlal.