Sistem pengupahan di suatu negara didasarkan kepada falsafah atau sistem perekonomian negara tersebut. Selama ini teori yang mendasari pengupahan konvensional pada dasarnya dibedakan menjadi dua teori ekstrim, yaitu berdasarkan ajaran Karl Mark mengenai teori nilai dan pertentangan kelas, dan berdasarkan pada teori pertambahan produk marginal berdasarkan asumsi perekonomian bebas. Sistem pengupahan pertama pada umumnya dilaksanakan di negara penganut paham sosialis, sedang sistem pengupahan kedua banyak dipakai di negara berpaham kapitalis.
Diantara dua kutub ekstrim tersebut, terdapat beberapa teori tentang pengupahan, yang masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Teori-teori pengupahan dalam ekonomi konvensional tersebut antara lain adalah:
Teori upah menurut nilai dan pertentangan kelas - teori nilai Karl Mark berpandangan bahwa hanya buruh yang merupakan sumber nilai ekonomi. Nilai suatu barang tergantung pada nilai dari jasa buruh atau jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Karl marx berpandangan bahwa upah pekerja dinilai berdasar berapa dia bekerja per-hari. Misal mereka bekerja selama 8 jam per-hari dan mengeluarkan energi 3 piring makanan sehat. Bila mereka mendapat upah perhari tidak cukup untuk membeli 3 piring makanan sehat, maka mereka rugi dan berarti mereka diperbudak. Bila upahnya hanya cukup untuk membeli 3 piring makanan, maka mereka tetap rugi, sebab waktu mereka habis percuma. Bila upahnya lebih dari cukup, maka barulah mereka dikatakan untung secara materi. Kenyataannya buruh sering dibayar rendah sehingga tidak cukup untuk mengembalikan energi yang mereka keluarkan. Jika buruh bekerja menghabiskan energi selama 8 jam perhari, tapi diberi upah hanya cukup untuk energi selama 6 jam, sehingga energi yang 2 jam tidak terbayar. Energi yang tidak terbayar ini disebut dengan nilai lebih menurut karl Marx. Nilai lebih adalah nilai yang diberikan oleh kaum pekerja secara terpaksa melampaui yang dibutuhkan.
|
Penentuan Upah |
Di sisi yang lain, upah Karl Mark juga didasarkan pada teori pertentangan kelas. Dalam hal ini Karl Marx berkeyakinan adanya pertentangan kepentingan antara kaum buruh dan kapitalis, yang mana
kapitalis selalu berusaha menciptakan barang-barang modal untuk mengurangi penggunaan buruh yang berakibat meningkatnya penawaran di pasar kerja sehingga upah cenderung menurun.
Konsekuensi dari pada sistem yang demikian ini, maka tiada jalan lain
bagi buruh kecuali untuk bersatu merebut kapital dari pengusaha menjadi milik bersama.
Implikasi pandangan Marx tersebut dalam sistem pengupahan dan pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
1) Kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang, baik jenis maupun jumlahnya hampir sama. Begitu juga nilai (harga) setiap barang hampir sama, sehingga upah tiap-tiap orang kira-kira sama
2) Sistem pengupahan tidak memberikan intensif yang sangat perlu menjamin peningkatan produktifitas kerja dan pendapatan nasional
3) Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang betul-betul mau kerja menurut kemampuannya.
Dengan berpedoman pada pandangan Karl Mark, tingkat upah dalam sistem ekonomi sosialisme ditentukan oleh pemerintah. Pemerintah akan menentukan berapa tingkat upah yang akan diterima oleh seorang pekerja. Pertimbangan penentuan upah oleh pemerintah pada dasarnya adalah sesuai dengan kepentingan pemerintah, yang dapat beraspek ekonomi, politik atau lainnya. Upah yang ditetapkan bisa saja berada di atas atau di bawah harga pasar (market wage), seandainya mekanisme pasar tenaga kerja yang bebas dilakukan. Meskipun tujuan
utama sosialisme adalah memberikan tingkat kesejahteraan yang merata bagi masyarakat, namun dalam dunia nyata nasib para pekerja tidak lebih baik dibandingkan dalam kapitalisme.
ADS HERE !!!